31 Desember, 2008

AGAR AMALAN KITA DITERIMA DI SISI ALLAH



Dalam suatu ayat, Allah  bercerita tentang keadaan hari kiamat:
rtinya: "Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar". QS. Al-Ghasyiyah: 1-7.
Ayat-ayat tersebut di atas merupakan cerita tentang kondisi sebagian penghuni neraka di hari akherat nanti. Ternyata bukan semua penghuni neraka adalah orang-orang di dunianya kerjaannya cuma gemar berbuat maksiyat, kecanduan narkoba, suka main perempuan dan lain sebagainya. Akan tetapi ternyata ada juga di antara penghuni neraka yang di dunianya rajin beramal, bahkan sampai dia kelelahan saking berat amalannya. Ini tentunya menimbulkan kekhawatiran yang amat besar dalam diri masing-masing kita, jangan-jangan kita termasuk yang sudah beramal banyak tapi nantinya termasuk ke dalam golongan yang disebut oleh Allah  di dalam awal surat al-Ghasyiyah tersebut di atas.
Jadi, untuk menghilangkan rasa cemas itu, kita perlu mengetahui mengapa orang-orang yang disebutkan dalam ayat di atas sudah beramal tapi malah ganjarannya neraka?. Bagaimanakah model amalan mereka?.
Dengan mengkaji penjelasan para ulama terhadap ayat ini kita bisa mengetahui bahwa ternyata rahasia kesialan mereka adalah karena mereka beramal tapi tidak memenuhi syarat-syarat diterimanya amalan.
Merujuk kepada dalil-dalil dari al-Qur'an dan al-Hadits kita bisa menemukan bahwa syarat pokok diterimanya amalan seorang hamba ada dua :
1. Ikhlas karena Allah .
2. Mengikuti tuntunan Rasulullah .
Dua syarat ini disebutkan dengan jelas dalam akhir surat al-Kahfi:
(فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً)
Artinya: "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya". QS. Al-Kahfi: 110.
Oleh karena itu Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata, "Dua hal ini merupakan dua rukun amal yang diterima. (Jadi suatu amalan) harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syari'at Rasulullah " .
Mari kita mulai mempelajari bersama, syarat pertama diterimanya suatu amalan, yaitu syarat ikhlas karena Allah Ta'ala. Maksudnya adalah: seseorang hanya mengharapkan ridha Allah dari setiap amalannya, bersih dari penyakit riya' (ingin dilihat orang lain) dan sum'ah (ingin didengar orang lain), tidak mencari pujian dan balasan melainkan hanya dari-Nya . Pendek kata seluruh amalan yang ia kerjakan hanya ditujukan kepada Allah  semata, dan ini merupakan inti ajaran aqidah yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul radhiyallahu 'anhum.
Orang yang tidak mengikhlaskan amalannya untuk Allah , tidak hanya mengakibatkan amalannya ditolak oleh Allah, tapi juga kelak dia akan disiksa di neraka. Mari kita simak bersama hadits berikut ini:
Suatu hari ketika Syufay al-Ashbahani memasuki kota Madinah, tiba-tiba dia mendapati seseorang yang sedang dikerumuni orang banyak, maka diapun bertanya, "Siapakah orang ini?". Mereka menjawab, "Ini adalah Abu Hurairah shahabat Nabi ". Maka Syafai-pun mendekat hingga dia duduk di hadapan Abu Hurairah, yang saat itu dia sedang menyampaikan hadits-hadits Nabi  kepada para hadirin. Ketika selesai dan hadirin telah meninggalkan tempat, Syufay berkata, "Sebutkanlah untukku sebuah hadits yang engkau dengar langsung dari Rasulullah  dan amat engkau hapal dan engkau pahami". Abu Hurairah menjawab, "Baiklah, akan kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah  dan amat aku pahami". Saat Abu Hurairah akan menyebutkan hadits itu tiba-tiba beliau tidak sadarkan diri untuk beberapa saat. Ketika siuman dia kembali berkata, "Baiklah, akan kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah  dan amat aku pahami". Tiba-tiba Abu Hurairah tidak sadarkan diri lagi untuk beberapa saat. Ketika siuman dia kembali berkata, "Baiklah, akan kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah  di rumah ini, saat itu kami hanya berdua dengan beliau ". Tiba-tiba Abu Hurairah tidak sadarkan diri lagi untuk beberapa saat. Ketika siuman dia mengusap wajahnya dan berkata, "Baiklah, akan kuceritakan padamu suatu hadits yang aku dengar langsung dari Rasulullah  di rumah ini, saat itu kami hanya berdua dengan beliau ". Tiba-tiba Abu Hurairah tidak sadarkan diri lagi dalam waktu yang cukup panjang, hingga Syafipun menyandarkan Abu Hurairah ke tubuhnya, sampai beliau siuman. Ketika sadar beliau berkata, "Suatu saat Rasulullah  berkata kepadaku:
"Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah  akan turun kepada para hamba-Nya untuk mengadili mereka, dan saat itu masing-masing dari mereka dalam keadaan berlutut. Lantas yang pertama kali dipanggil oleh-Nya (tiga orang): Seorang yang rajin membaca al-Qur'an, orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang hartanya banyak. Maka Allah pun berkata kepada si qori', "Bukankah Aku telah mengajarkan padamu apa yang telah Aku turunkan kepada Rasul-Ku?". Si qori' menjawab, "Benar ya Allah". Allah kembali bertanya, "Lantas apa yang telah engkau amalkan dengan ilmu yang engkau miliki?". Si Qori menjawab, "Aku (pergunakan ayat-ayat al-Qur'an) yang kupunyai untuk dibaca dalam shalat di siang maupun malam hari". Serta merta Allah berkata, "Engkau telah berdusta!". Para malaikat juga berkata, "Engkau dusta!". Lantas Allah berfirman, "Akan tetapi (engkau membaca al-Qur'an) agar supaya engkau disebut-sebut qori'!. Dan (pujian) itu telah engkau dapatkan (di dunia)". Kemudian didatangkanlah seorang yang kaya-raya, lantas Allah berfirman padanya, "Bukankan telah Kuluaskan (rizki)mu hingga engkau tdak lagi membutuhkan kepada seseorang?". Dia menyahut, "Betul". Allah kembali bertanya, "Lantas engkau gunakan untuk apa (harta) yang telah Kuberikan padamu?". Si kaya menjawab, "(Harta itu) aku gunakan untuk silaturrahmi dan bersedekah". Serta merta Allah berkata, "Engkau dusta!". Para malaikat juga berkata, "Engkau dusta!". Lalu Allah berfirman, "Akan tetap engkau ingin agar dikatakan sebagai orang yang dermawan!. Dan (pujian) itu telah engkau dapatkan (di dunia)". Lantas didatangkan orang yang berperang di jalan Allah, kemudian dikatakan padanya, "Apa tujuanmu berperang?". Orang itu menjawab, "(Karena) Engkau memerintahkan untuk berjihad di jalan-Mu, maka akupun berperang hingga aku terbunuh (di medan perang)". Serta merta Allah berkata, "Engkau dusta!". Para malaikat juga berkata, "Engkau dusta!". Lalu Allah berfirman, "Akan tetap engkau ingin agar dikatakan engkau adalah si pemberani!. Dan (pujian) itu telah engkau dapatkan (di dunia)". Lantas Rasulullah  menepuk lututku sambil berkata, "Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga adalah makhluk Allah yang pertama kali yang dikobarkan dengannya api neraka di hari kiamat" .
Meskipun masing-masing dari mereka bertiga memiliki amalan yang banyak, akan tetapi justru dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka pertama kali, itu semua gara-gara amalan mereka tidak ikhlas karena Allah . Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dikarunia Allah keikhlasan dalam setiap amalan. Amien.
Berhubung ibadah haji juga merupakan suatu amalan shalih yang sangat agung, bahkan merupakan rukun Islam yang kelima, maka kitapun dituntut untuk ikhlas dalam mengamalkannya, semata-mata mengharap ridha Allah . Hal ini perlu untuk senantiasa ditekankan, karena diakui atau tidak, masih ada, atau bahkan mungkin masih banyak orang-orang yang berangkat haji dengan niat yang dicemari oleh kepentingan-kepentingan duniawi. Ada dari mereka yang berhaji supaya setelah pulang nanti dipanggil pak haji atau bu haji, hingga jika suatu saat ada tetangga yang lupa ketika memanggil dengan tidak menyebutkan pak haji, diapun tidak mau menoleh. Ada yang berhaji dengan tujuan untuk memperlancar rencana dia untuk meraih kursi di pemerintahan. Ada yang berhaji dengan tujuan agar disegani oleh rekan bisnisnya, dan masih banyak tujuan-tujuan duniawi lain yang bisa mengotori niat ibadah haji seseorang. Kalau kotoran-kotoran tersebut tidak segera kita bersihkan dari diri kita maka niscaya usaha kita menabung puluhan tahun agar bisa berhaji akan sia-sia!. Kita hanya akan pulang dengan membawa rasa penat dan letih!. Kita hanya akan pulang dengan tangan hampa! Dan yang lebih menyedihkan dari itu semua, apa yang Allah ceritakan di dalam ayat di bawah ini: Artinya: "Dan Kami datang kepada amalan yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan". QS. Al-Furqan: 23.
Maka, jika ada di antara kita yang masih mengotori niatnya dalam berhaji dengan kotoran-kotoran duniawi, mari kita bersihkan kotoran-kotoran tersebut dari sekarang agar kelak kita tidak menyesal.
Juga kita berusaha mempelajari nilai-nilai keimanan yang terkandung di dalam ibadah haji kita, agar ibadah yang agung ini tidak terasa hambar, dan agar ibadah haji yang kita kerjakan ini semakin memperkuat akidah kita.
Sepengetahuan kami, buku terbaik yang ditulis untuk mengungkap rahasia keterkaitan ibadah haji dengan pondasi agama Islam, yakni akidah, adalah buku yang berjudul "Pancaran Nilai-Nilai Keimanan dalam Ibadah Haji" , yang ditulis oleh Syeikh. Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad al-Badr, salah seorang dosen pasca sarjana di Universitas Islam Madinah. Maka kami melihat bahwa seharusnya setiap jama'ah haji berusaha untuk membaca buku ini sebelum berhaji, agar dia bisa berhaji dengan mantap.
Adapun syarat yang kedua agar amalan kita diterima adalah: Mengikuti tuntunan Rasulullah . Artinya: Amalan yang kita kejakan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah  harus sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Allah dan oleh Rasul-Nya . Sebab agama kita yang mulia ini telah disempurnakan oleh Allah  sebelum Rasulullah  memejamkan kedua matanya untuk selama-lamanya. Maka agama kita ini sama sekali tidak membutuhkan kepada seseorang untuk menambah sesuatu ke dalamnya, ataupun menguranginya.
Allah  telah berfirman:
(الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً) Artinya: "Pada hari ini telah telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian". QS. Al-Maidah: 3.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi  yang memerintahkan kita untuk mengikuti Rasulullah , serta memperingatkan kita agar tidak membuat hal-hal yang baru dalam agama, yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah . Di antaranya adalah firman Allah :
(قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ)
Artinya: "Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah hendaklah kalian mengikutiku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". QS. Ali Imran: 31.
Dan sabda Rasulullah :
"Hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khalifah ar-rasyidin (yang diberi petunjuk) sesudahku, gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah dari setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya perkara yang baru (dalam agama) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di neraka" .
Dalam hadits lain Beliau  memperingatkan,
"Barang siapa yang membuat hal-hal yang baru di dalam perkara (agama) ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka amalan itu akan tertolak" .
Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut di atas telah menegaskan akan wajibnya mengikuti tuntunan Rasulullah  dalam beramal. Barang siapa yang beramal tidak sesuai dengan tuntunan Beliau  maka amalannya akan ditolak alias tidak diterima, meskipun amalannya besar, meskipun amalan itu telah membudaya di kalangan kaum muslimin ataupun amalan tersebut kelihatannya menurut kaca mata sebagian orang baik. Pendek kata yang harus dijadikan barometer untuk menilai baik tidaknya suatu amalan bukanlah akal manusia, akan tetapi setiap amalan harus di timbang dengan timbangan syari'at; al-Qur'an dan al-Hadits. Apa yang sesuai dengan keduanya kita kerjakan, dan apa yang tidak sesuai kita tinggalkan. Inilah jalan seorang muslim yang sejati.
Di zaman kita ini telah menjamur di kalangan sebagian masyarakat amalan-amalan yang dianggap ibadah, padahal sama sekali tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah  maupun para shahabatnya. Apakah mereka lebih paham tentang agama Islam daripada Rasulullah  dan shahabatnya?. Ataukah mereka telah memiliki tuntunan yang berbeda dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah  dan para shahabatnya?.

MAKNA LAA ILAAHA ILALLAH



Kalimat laa ilaaha illallah ini mengandung makna peniadaan sesembahan selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata.
1. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah." (Muhammad: 19)
Mengetahui makna laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa mengucaphan laa ilaaha illallah dengan Keikh-lasan hati, pasti ia masuk Surga." (HR. Ahmad, hadits shahih)
Orang yang ikhlas ialah yang memahami laa ilaaha illallah, mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid (pengesaan Allah), yang karenanya Allah menciptakan alam semesta ini.

3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,

"Wahai pamanku, katakanlah, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seuntai kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah, maka ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan laa ilaaha illallah." (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau mengajak (menyeru) bangsa Arab: "Katakanlah, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: 'Hanya satu tuhan, kami belum pernah mendengar seruan seperti ini?' Demikian itu, karena bangsa Arab memahami makna kalimat ini. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak mengucapkannya. Allah I berfirman kepada mereka:

"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mere-ka, 'Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)', mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sem-bahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? 'Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)'." (Ash-Shaffat: 35-37)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesua-tu yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darah-nya (dirampas/diambil)." (HR. Muslim)

Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat me-wajibkan ia mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti berdo'a (memohon) kepada mayit, dan lain-lain-nya.
Ironisnya, sebagian orang-orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.

5. Laa ilaaha illallah adalah asas (pondasi) tauhid dan Islam, pedoman yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap jenis ibadah untuk Allah. Demikian itu, apabila seorang muslim telah tunduk kepada Allah, memohon kepa-daNya, dan menjadikan syari'atNya sebagai hukum, bukan yang lain-nya.

6. Ibnu Rajab berkata: "Al-Ilaah (Tuhan) ialah Dzat yang dita'ati dan tidak dimaksiati, dengan rasa cemas, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakkal, meminta, dan berdo'a (memohon) ke-padaNya. Ini semua tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Maka barangsiapa menyekutukan makhluk di dalam sesuatu per-kara ini, yang ia merupakan kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan laa ilaaha illallah dan mengan-dung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.

Sesungguhnya kalimat "Laa ilaaha illallah" itu dapat bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan, sebagaimana hadats dapat membatalkan wudhu seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk Surga." (HR. Hakim, hadits hasan)

19 Desember, 2008

fajar menyingsing


fajar akan menyingsing

“bukankah subuh itu sudah dekat"
(QS. hud :81)

Bangunlah, ayam jantan telah berkokok memberi isyarat kepada kita akan kedatangan malaikat pembawa rahmat, agar kita mengadu kepada yang maha penyayang, tentang permasalahan yang selama ini membelenggu hidup kita. Rosulullah bersabda: “ apabila kalian mendengar kokok ayam, maka mintalah kepada Allah anugrahNya, karena dia melihat malaikat”. Mari kita meretas jaring cintaNya yang agung dengan jiwa kita yang kerdil ini. semoga selalu terjalin hubungan dua kekasih yang saling merasakan, memberi, memohon, membahagiakan, menyayangi, menolong, membela dan menjaga. Karena jika cintaNya yang agung telah tertambat dijiwa seorang hamba, Dia akan menyerukan kepada para malaikat yang dilangit dan makhluk yang ada dibumi untuk mencintainya pula. Tidakkah engkau ingin menjadi makhluk yang dicintai oleh yang maha pencinta dan juga dicintai oleh seluruh makhluk yang ada dilangit dan dibumi. Mari kita berkompetisi, agar kita termasuk dalam rumpun orang-orang yang dicintaiNya.

Seorang penyair bersenandung:
Seperti dihari-hari kemarin, subuh
Adalah jiwa yang terbasuh
Sukma yang basah
Roh yang terbilas dari lendir cuaca yang ditinggalkan
malam
Subuh adalah perawan
Kesucian waktu yang dirayakan kokok ayam
Suatu tanda hari segera bersalin
Bahwa setiap helai nafas masih berdesir
Untuk sejarah yang lain
Kenyataan yang lain

Bangunlah, jangan sampai kita kedahuluan oleh burung-burung yang sudah bertasbih kepada penciptanya dengan suara mereka yang begitu merdu dan menyejukkan hati, bercanda ria dikala fajar menyingsing diatas ranting pohon perdu. Mereka tak ingin ketinggalan untuk ikut meramaikan kehidupan dipagi ini, saling bercerita tentang mimpi mereka yang begitu indah tadi malam sambil menikmati cuaca pagi yang sangat menyegarkan:
“ demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing”
(QS. At Takwiir ; 18 )

Bangunlah, hari sudah hampir pagi, persiapkan semua yang perlu kita persiapkan untuk aktifitas hari ini. Tak ada kata nanti, sebab pagi hari ini begitu cerah, sangat mahal untuk dilewatkan begitu saja, dan belum tentu kita akan menghirup udara yang sama seperti ini dipagi yang akan datang. atau besok pagi kita tak dapat melihat matahari menetas dari ufuk timur.
Jangan sampai kita tertinggal oleh kafilah barokah yang telah dijanjikan oleh Allah melalui do’a kekasihnya Muhammad.
: ‘Ya Allah berkahilah umatku diwaktu paginya’

Bangunlah sebentar lagi matahari akan menetas dari ufuk timur untuk mengawal perjalanan bumi ini menuju kebarat, ketika cahayanya membuat keperakan embun diatas daun-daun yang menghijau, ketika cahayanya menegur bunga-bunga warna warni yang mekar ditaman, ketika cahayanya menyapa padi-padi yang menguning dipersawahan, ketika cahayanya menemani para pekerja meniti trotoar menuju tempat mengais rizkinya masing-masing, ketika cahayanya bersahabat akrab dengan para petani yang memanggul cangkulnya meniti galangan persawahan yang membentang luas, dan ketika cahayanya berkelakar riang dengan anak-anak desa yang berlompatan mandi dikali. apakah kita ingin ketinggalan atraksi alam yang begitu menakjubkan ini.
Seorang penyair bertutur:
Seperti dihari-hari kemarin,
Subuh bukan Cuma jengger waktu
Subuh adalah upacara pohon-pohon, kerikil, batu-batu
Detik-detik ketika dunia menunggu matahari menetas
Dari rahim timur. Menyeka sisa gelap
Mencuci cakrawala

Lompatlah dari tempat tidurmu, dan katakan kepada dunia, bahwa anda hari ini akan tersenyum bahagia, membasuh hati yang berkabut ini dengan embun ampunanNya yang sangat menyejukkan, menghirup udara pagi yang bersahabat, mencium kelopak bunga melati yang harum, bermandi sinar matahari pagi yang memanjakan kulit, mendengar cerita burung-burung pagi yang riuh berkicau diranting pohon perdu, ikut beriang ria dengan para anak desa yang berlompatan dikali yang jernih. Melupakan semua kesedihan, kepedihan, kegalauan dan kerisauan, mengubur dalam-dalam masa silam yang getir dan kelam yang selalu membelenggu langkah mantap untuk maju dan bangun, memulai kehidupan baru yang penuh dengan arti dan mengisi lembaran sejarah hidup kita dengan tinta emas.

Pagi merupakan momen yang sangat penting bagi kehidupan insan, beribu harapan terlahir dikala itu untuk melangkah kepada kondisi yang lebih baik. pagi adalah awal mu’jizat kehidupan digelar, beribu makhluk yang bernafas memulai berlomba untuk mendapat rahmat dan anugrahNya. Sungguh merugi sekali orang yang membunuh harapannya dikala pagi hari, sementara burung yang tak sepandai dan tak selengkap indra yang diberikan yang maha Agung kepada dirinya, tak pernah mengubur harapannya. Mereka terbang dengan bermodalkan tawakal dipagai hari, dan kembali disore hari dengan perut terisi.

Jangan mengubur harapan yang ada dihadapanmu, Padahal rizki yang dilautan, didaratan dan diatas pohon-pohon mengharapkan untuk dijaring, dipungut dan dipetik. pagi adalah masa dikala rizki-rizki digantungkan diatas dahan-dahan pohon yang menghijau, ketika rizki-rizki digelar dihamparan bumi yang begitu luas, ketika rizki-rizki disebarkan dilautan yang membiru

Kehidupan dimulai dari pagi, dan keindahan didalam hidup dirasakan ketika umur kita masih pagi, lihatlah keceriaan anak-anak yang begitu polos, menggambarkan kehidupan yang penuh keceriaan.
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir)
(QS. Ali ‘Imron:140)

TAWASSUL DENGAN AMALAN

sebuah riwayat shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebuah hadis yang panjang artinya:
Rasulullah bersabda: "Tersebutlah tiga orang dari umat sebelum kalian, keluar hingga mereka bermalam dalam sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, tiba-tiba batu besar jatuh dari atas gunung menutup pintu gua. Mereka saling berkata: "Sesungguhnya tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian dari terjebak dalam gua ini selain kalian berdoa memohon kepada Allah dengan amal saleh kalian." Seseorang dari mereka berkata: "Wahai Allah, aku punya dua orang tua yang sudah lanjut usia, aku tidak minum atau memberi minum baik keluarga atau harta bendaku sebelum mereka. Suatu hari aku pergi mencari kayu hingga tersesat jauh, padahal aku belum memberi minum keduanya. Aku segera pulang kemudian aku ambilkan segelas susu, tetapi aku mendapati keduanya telah tidur, aku tidak berani membangungkan mereka begitu juga aku tidak ingin memberi minum keluargaku atau harta bendaku sebelum mereka, maka aku terus memegang gelas minuman tersebut semalaman menunggu mereka bangun. Fajarpun menyingsing, sementara anak-anak kecilku bergelayutan menangis di kakiku karena lapar, mereka berdua terbangun kemudian aku sodorkan minum kepadanya. Ya Allah jika aku melakukan itu karena mengharap wajah Mu, maka bukalah batu yang menutup pintu gua ini! Batu itupun bergeser sedikit sehingga mereka masih belum bisa keluar darinya.
Yang kedua berkata: "Wahai Allah, aku punya saudari sepupu (anak perempuan paman) yang sangat aku cintai – dalam riwayat lain, aku menyintainya sebagaimana layaknya lelaki menyintai wanita – aku ingin mengajaknya berzina tetapi dia menolak. Hingga pada suatu hari dia dalam masa paceklik, ia pun datang menemuiku (minta bantuan), maka aku berikan kepadanya 120 dinar dengan syarat ia serahkan dirinya padaku, ia pun mau, setelah aku menguasainya – dalam riwayat lain, aku duduk di atas kedua kakinya – ia mengatakan: "Takutlah kepada Allah, jangan memakai cincin kecuali dengan hak!" maka aku segera meninggalkan dirinya, padahal aku sangat menginginkannya, aku tinggalkan uang emas yang aku berikan padanya. Ya Allah jika aku lakukan yang demikian karena mengharap wajah Mu, maka keluarkanlah aku dari tempat ini! Batu yang menutupi pintu tersebut begeser, tetapi mereka masih belum bisa keluar darinya.
Yang ketiga berkata: "Ya Allah aku menyewa para pekerja dan aku telah bayarkan hak-hak mereka, kecuali satu orang, ia pergi tanpa mengambil upahnya, maka aku investasikan hingga menjadi harta yang berlimpah. Pada suatu hari ia datang kepadaku dan berkata: "Wahai hamba Allah, bayarkan upahku!" aku jawab: "Semua yang kamu lihat ini, baik onta, sapi atau kambing, semuanya berasal dari upahmu! Ia berkata: "Wahai hamba Allah, jangan kau perolok diriku! Aku menjawab: "Aku tidak memperolok dirimu, memang semua ini milikmu!" maka ia pun mengambil semua harta tersebut tanpa menyisakan sedikitpun. Ya Allah jika aku lakukan itu karena mengharap wajah Mu, maka keluarkanlah kami dari tempat ini!" kemudian batu itu pun bergeser lagi hingga akhirnya mereka bisa keluar dari dalam gua."

25 November, 2008

seorang mu`min mencintai saudaranya karena Allah


Dari Abu Hurairah y, dari Nabi a,
"Ada seorang laki-laki yang akan menziarahi saudaranya di suatu kampung lain. Lalu Allah mengutus malaikat untuk mengawasi jalannya, maka ketika mendatanginya, malaikat itu bertanya, 'Mau ke mana kamu?' Laki-laki itu berkata, 'Saya mau menemui saudara saya di kampung ini.' Malaikat bertanya, 'Apakah kamu mendapat suatu nikmat darinya?' Ia berkata, 'Tidak, selain saya mencintainya karena Allah q.' Malaikat berkata, 'Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karenaNya'."
Sesungguhnya Islam menginginkan kaum Muslimin agar mereka hidup di dunia ini dalam keadaan bahagia, sebelum menda-patkan kebahagiaan mereka di akhirat. Di antara sebab terbesar untuk meraih kebahagiaan di dunia itu adalah kecintaan memim-pin mereka, dan menyebarnya rasa kasih sayang di antara mereka, sehingga semua masyarakat berada pada hati satu orang, sebagai-mana beliau a bersabda,
"Permisalan orang-orang Mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, dan kelemah-lembutan di antara mereka, bagaikan satu tubuh yang apabila ada anggota badannya yang merasa sakit, niscaya seluruh tubuh itu ikut terpanggil tidak tidur dan demam."
Karena itu Islam mewajibkan setiap Muslim untuk mencintai semua kaum Muslimin pada umumnya dan menjadikannya sebagai penyempurna agama, sebagaimana sabda Nabi a,
"Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya, tidaklah kamu sekalian akan masuk surga sehingga kamu sekalian beriman, dan tidaklah kamu sekalian disebut beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu, yang apabila kalian menger-jakannya, pasti kalian akan saling mencintai, sebarkanlah salam di antara kalian."
Dari Abu Umamah y, dari Rasulullah a, bahwasanya beliau bersabda,
"Barangsiapa mencintai karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah, dan menghalangi karena Allah, maka sungguh iman-nya telah sempurna."
Dari Anas, bahwasanya Nabi a bersabda,
"Tidaklah salah seorang dari kalian itu beriman (dengan sempurna) sehingga dia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk kebaikan dirinya."
Islam telah mensyariatkan bagi kaum Muslimin suatu syariat yang mana jika mereka mengerjakannya, pasti mereka akan saling mencintai. Maka Islam memerintahkan kaum Muslimin agar menegakkan shalat dan berkumpul untuk menegakkannya baik dalam shalat lima waktu, shalat Jum'at, maupun shalat dalam dua hari raya, dan mewajibkan agar shalat-shalat itu dilaksanakan di masjid-masjid kampung supaya setiap penghuni kampung itu dapat berkumpul di masjid mereka sebanyak lima kali setiap hari, mereka saling berkenalan di antara mereka. Orang yang terpelajar di antara mereka mengajarkan orang yang tidak terpelajar di antara mereka. Mereka merasa kehilangan ketika ada yang tidak hadir, sehingga mereka menjenguk orang sakit dan membantu orang yang memerlukan bantuan dan mendoakan keselamatan bagi orang yang tidak hadir. Mereka bisa bermusyawarah di dalam permasalahan penting bagi mereka baik dari urusan-urusan agama maupun urusan-urusan dunia. Mereka saling tolong-menolong dalam memecahkan kesulitan-kesulitan mereka, dan tidaklah diragukan lagi bahwa perilaku-perilaku ini akan membangkitkan ruh kasih sayang dan lemah lembut di antara kaum Muslimin, dan (mendorong) salam tersebar di antara mereka. Sungguh telah sampai perintah dari Nabi a tentang sebab-sebab bangkitnya ruh kasih sayang di antara kaum Muslimin, yaitu beliau memerintahkan agar menyamakan shaf di dalam shalat sehingga menjadi seperti shaf-shaf para malaikat, dan memberitahukan kepada mereka bahwa Allah c akan mewujudkan (atas penyamaan shaf-shaf itu) bangkitnya ruh kasih sayang dan kecintaan, sebagaimana karena tidak ratanya shaf akan menja-dikan perselisihan dalam hati mereka.
Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah a bersabda,
"Tegakkanlah barisan-barisan itu dan ratakanlah di antara pundak-pundak kalian, dan tutuplah celah-celah kosong, dan lunakkanlah (tangan kalian) terhadap tangan-tangan saudara-saudara kalian. Dan jangan biarkan tempat-tempat terbuka untuk setan. Barang-siapa yang menyambung shaf, niscaya Allah menghubungkannya (dengan rahmat), dan barangsiapa memutuskan shaf, niscaya Allah memutuskannya (dari rahmat)."
Dari an-Nu'man bin Basyir berkata,
"Saya pernah mendengar Rasulullah a bersabda, 'Sungguh (hen-daklah) kalian meratakan barisan-barisan kalian atau (jika tidak), sungguh Allah akan menjadikan perselisihan di antara wajah-wajah kalian."
Maka hal itu menunjukkan wajibnya meluruskan barisan, sebagaimana pula menunjukkan atas besarnya buah konsisten dengan perkara ini, yaitu bahwasanya hal itu akan menghasilkan bersatunya akal fikiran dan bertemunya ruh-ruh dan kelembutan karena berkumpul berdasarkan ketaatan kepada Allah.
Begitu pula Islam memotivasi untuk bersedekah dan mengan-jurkannya, karena di dalamnya terdapat kepedulian terhadap orang-orang fakir dan untuk menghilangkan rasa iri mereka atas orang-orang kaya dan membangkitkan ruh kecintaan dan kasih sayang di antara hati orang-orang fakir dan hati orang-orang kaya setelah bersikap lemah lembutnya orang-orang kaya terhadap orang-orang fakir. Allah c berfirman,
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk me-reka." (At-Taubah: 103).
Maksudnya adalah membersihkan mereka dari sifat kikir dan bakhil dan menyucikan mereka dari rasa sombong dan membanggakan diri terhadap orang-orang fakir, serta membangkitkan ruh kasih sayang dan keharmonisan di antara orang-orang fakir dan orang-orang kaya.
Sebagaimana juga Islam memotivasi untuk memberikan hadiah, dan menerimanya, memberikan makan, serta mendatangi undangan, karena yang demikian itu akan memperkuat hubungan dan mewujudkan kedamaian,
"Maka Rasulullah a senantiasa menerima hadiah dan membalas-nya."
Dari Abu Hurairah y, dari Nabi a,
"Kalaulah aku diundang untuk (makan) lengan atau betis hewan, sungguh aku akan menhadirinya, dan kalaulah dihadiahkan kepa-daku lengan atau betis hewan, sungguh aku akan menerimanya."
Dari Ibnu Umar, dia berkata, Rasulullah a bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian diundang ke suatu pesta walimah, maka hendaklah ia mendatanginya."
Sebagaimana juga Islam memotivasi untuk saling memberi hadiah walaupun sedikit, sebagaimana sabda beliau a,
"Wahai wanita-wanita Muslimah, janganlah seorang tetangga me-remehkan pemberian tetangganya yang lain walaupun hanya ujung kaki kambing."
Dari Abu Dzar, dia berkata, bahwa Rasulullah a bersabda,
"Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur maka perbanyak-lah kuahnya, dan bagilah kepada tetangga-tetanggamu."
Di antara dalil yang memotivasi hal tersebut adalah sabda Rasulullah a,
"Saling memberi hadiahlah kamu sekalian, pasti kalian saling mencintai."
Sebagaimana diriwayatkan, betapa suka Nabi a kepada kecintaan dan keharmonisan di antara kaum Muslimin, bahwasanya beliau senantiasa menganjurkan mereka agar saling menziarahi dan terus memotivasi terhadapnya.
Dari Abu Hurairah y, bahwasanya Rasulullah a bersabda,
"Barangsiapa menengok orang sakit, niscaya ada penyeru yang me-nyeru dari langit, 'Kamu itu baik, dan baik juga perjalananmu, dan kamu telah mempersiapkan surga sebagai tempat singgahmu'."
Dari Ali bin Abi Thalib y, ia berkata,
"Saya (pernah) mendengar Rasulullah a bersabda, 'Tidaklah se-orang laki-laki menjenguk orang sakit pada waktu sore, kecuali akan keluar bersamanya tujuh puluh ribu malaikat, mereka memohonkan ampun baginya sampai pagi, dan dia mendapatkan taman di surga. Barangsiapa menjenguknya pada waktu pagi, maka keluar bersama-nya tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun baginya sampai sore hari, dan dia mendapatkan taman di surga."
Dari Mu'adz, dari Rasulullah a, dari Allah r, Dia berfirman,
"KecintaanKu itu wajib tercurah bagi orang-orang yang saling men-cintai karena Aku, saling duduk, serta saling mengerahkan kesung-guhannya karena Aku."
Kalaulah kita terus mencermati syariat Islam yang telah disyariatkan untuk menyebarkan ruh kecintaan di antara kaum Muslimin, sungguh kita tidak akan mampu mengikutinya karena semua syariat telah disyariatkan untuk tujuan itu, dan segala apa saja yang dilarangnya, maka ia dilarang karena sifat rakus terhadap kecintaan dan kasih sayang, serta memutus apa saja yang mengakibatkan permusuhan dan kemarahan.
Dari Anas y, dia berkata, bahwasanya Rasulullah a bersabda,
"Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah c, kecuali orang yang lebih utama dari keduanya itu adalah yang paling besar kecintaannya terhadap saudaranya."
Dan di antaranya juga adalah bahwa cinta karena Allah itu adalah ciri kesempurnaan iman, sebagaimana penjelasan yang telah lalu.
Di antara yang lainnya juga adalah bahwa cinta karena Allah itu merupakan sebab yang paling besar untuk memasukkannya ke dalam surga, sebagaimana Allah c berfirman,
"Teman-teman akrab pada hari itu, sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. Hai hamba-hambaKu, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, dan mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istri kamu digembira-kan'." (Az-Zukhruf: 67-70).
Di antaranya juga adalah bahwa cinta karena Allah itu akan menjaga pelakunya dari suasana panas pada Hari Kiamat. Dari Abu Hurairah, dia berkata, bahwasanya Rasulullah a bersabda,
"Sesungguhnya Allah berfirman pada Hari Kiamat, 'Mana orang-orang yang saling mencintai karena kebesaranKu, pada hari ini akan Aku naungi mereka di dalam naunganKu, pada hari di mana tidak ada naungan pun, kecuali naunganKu?'"
Di antaranya juga bahwasanya cinta karena Allah itu akan mewujudkan keridhaan dan kegembiraan bagi mereka pada hari ketakutan yang sangat besar.
Dari Umar bin al-Khaththab, dia berkata, Nabi a bersabda,
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah itu benar-benar ada beberapa orang, yang mana mereka itu bukanlah para nabi, bukan juga orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid berangan-angan (seperti) mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah c. Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau akan memberitahukan kepada kami siapa mereka itu?' Be-liau bersabda, 'Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena Allah tanpa ada hubungan keluarga di antara mereka, tidak juga karena harta-harta yang mana mereka saling memberikannya. Maka demi Allah, sesungguhnya wajah-wajah mereka itu benar-benar bercahaya, dan sungguh mereka itu di atas cahaya. Mereka tidak merasa takut apabila orang-orang pada ketakutan, dan mereka tidak bersedih apabila orang-orang bersedih,' dan beliau membaca-kan ayat ini, 'Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yunus: 62)'."
Di antaranya juga adalah bahwa orang yang mencintai karena Allah, maka ia akan merasakan manisnya iman, sebagaimana dije-laskan dalam sebuah hadits dari Anas, dari Rasulullah a, beliau bersabda,
"Ada tiga perkara, siapa saja yang semuanya itu ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu barangsiapa yang mana Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada selain ke-duaNya; seseorang yang mencintai orang lain, dia tidak mencintai-nya kecuali karena Allah; dan orang yang tidak suka untuk kembali ke dalam kekufuran setelah Allah menyelamatkannya darinya seba-gaimana dia tidak suka kalau dia dicampakkan ke dalam neraka."
Di antaranya juga adalah bahwa orang-orang yang saling men-cintai karena Allah itu sebagian mereka akan memberikan syafa'at kepada sebagian yang lain pada Hari Kiamat, sebagaimana Allah c berfirman,
"Yaitu hari yang mana seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikit pun, dan mereka tidak akan mendapat per-tolongan, kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah." (Ad-Du-khan: 41-42).
Maksudnya adalah sebagian mereka itu akan tercukupi oleh sebagian yang lain, dan sebagian mereka akan memberi manfaat kepada sebagian yang lain.

09 November, 2008

akhlak salafus sholeh Ahlul Sunnah wal Jama’ah



Allah swt di dalam al-Qur’ânul-karîm menyebutkan banyak sekali sejarah atau kisah-kisah ummat-ummat terdahulu dan para rasul beserta para pengikutnya, agar kita yang membacanya mendapatkan ibroh dan pelajaran berharga darinya, sebagaimana Allah swt firmankan:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Yusuf: 111)
Sejarah Nabi kita, nabi Muhammad, saw dan para shahabatnya pun bila dibaca dan dihayati dengan seksama sangat sarat dengan ibroh dan pelajaran yang patut kita teladani. Bahkan di antara para shahabat Nabi saw itupun ada sosok-sosok manusia yang istemewa karena iman, taqwa, ibadah, pengorbanan, jihad, infaq fisabilillah, zuhud dan amal-amal kebajikan lainnya yang mereka kerjakan, sehingga di antara mereka ada yang telah mendapat khabar gembira dari Nabi Muhammad saw, yaitu busyro bil-jannah atau “kepastian menjadi ahli surga” maari kita kaji satu persatu akhlaq mereka:
• Ikhlas di dalam berilmu dan beramal. takut terhadap masuknya riya’ pada keduanya. Firman Allah :
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
ketahuilah hanya untuk Allah agama yang murni. (QS. Az-Zumar 3).
• Mengagungkan batasan-batasan Allah dan merasa cemburu apabila batasan-batasan Allah dilanggar. Menolong agama Allah dan syariatNya, banyak mengagungkan kehormatan kaum muslimin serta cinta apabila kaum muslimin memperoleh kebaikan . Firman Allah :
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ(32)
barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS. Al-Hajj 32).
• Berusaha meninggalkan sifat nifak, dengan menyamakan antara lahir dan batin di dalam kebaikan, memandang bahwa amalan mereka masih sangat sedikit, dan selalu mendahulukan amalan akhirat di atas amalan dunia.
• Kelembutan hati, banyak menangis atas kekurangan dalam menunaikan hak-hak Allah ,mereka lakukan hal ini dengan harapan agar Allah menyayangi mereka. Banyak mengambil pelajaran dan menangis. Perhatian dengan perkara kematian apabila menyaksikan jenazah, atau mengingat kematian, sekaratnya dan su’ul khatimah sehingga bergoncang dada mereka.
• Bertambah tawadhu’ ketika bertambah dekat kepada Allah ta’ala
• Banyak bertaubat, memohon ampun siang dan malam karena mengetahui bahwa mereka tak selamat dari dosa sampai di dalam amalan ketaatan mereka. mereka memohon ampun atas kekurangan di dalam ketaatan,kekhusukan dan kedekatan kepada Allah. Tiadanya rasa ujub /bangga dengan sesuatu dari amal-amal mereka , benci dengan ketenaran, bahkan selalu melihat kekurangan dan kelemahan di dalam ketaatan terlebih di dalam kejelekan mereka
• sangat menekankan terhadap permasalahan taqwa dan tiada mendakwakan diri sebagai orang yang bertaqwa, dan banyaknya ketakukan mereka terhadap Allah azza wa jalla
• ketakutan yang sangat terhadap Allah, kalau akhir kehidupan mereka ditutup dengan su’ul khatimah. mereka tidak lalai dari dzikrullah. Merasakan kehinaan dunia di sisi mereka, kuatnya penolakan mereka terhadap dunia dan tidak membangun (kediaman)dunia kecuali sesuai kebutuhan tanpa menghias-hiasinya. Sabda Rasulullah sholAllahu alaihi wasalam “ demi Allah tidaklah dunia ini dibandingkan akhirat kecuali seperti seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke laut maka lihatlah apa yang menetes (Hr Muslim)
• Tidak ridha dengan kesalahan yang ditujukan kepada agama atau kepada orang yang mengamalkannya, bahkan membantahnya dan memberi udzur kepada orang yang berkata tentangnya. Banyak menutupi kekurangan kaum muslimin, kuatnya munaqosah(berdialog) terhadap pribadi mereka sebagai bukti wara’, tidak suka membuka aib seseorang, sibuk dengan kekurangan diri daripada aib orang lain, bersungguh-sungguh menutupi kekurangan orang lain, menutupi yang tersembunyi tidak melebihkan seseorang dari yang ia dengar pada haknya, meninggalkan permusuhan terhadap manusia dan banyak bersahabat dengan mereka. Tidak menanggapi seseorang dengan kejelekan dan tidak memusuhi seorang pun. Sabda nabi sholAllahu alaihi wasalam “ tidak akan masuk surga tukang fitnah/adu doma pada riwayat muslim nammam/ tukang adu domba
• menutup pintu ghibah pada majelis mereka , menjaga lidah dari ghibah agar tidak menjadi majelis dosa. Firman Allah
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ (12)
“ Janganlah seorang menghibahi yang lain, sukakah seorang diantara kalian memakan bangkai saudaranyan tentu dia akan benci (QS Al Hujurat 12)
• Penuh dengan rasa malu, adab, kecintaan, ketenangan, sedikit bicara, sedikit tertawa, banyak diam, berbicara dengan hikmah tidak merasa gembira dengan dunia. Yang demikian ini dikarenakan sempurnanya akal mereka. Sabda rasulullah sholAllahu alaihi wasalam “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam. dan bersabda barangsiapa diam maka beruntung/ menang (HR Tirmizi)
• Banyak memaafkan terhadap setiap orang yang mengganggu, mengambil harta, kehormatan mereka atau yang semisalnya firman Allah
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنْ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(134)
“ Dan orang-orang yang menahan kemarahan, dan memaafkan manusia dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan (QS Ali Imran 134)
• Tidak lalai dengan serangan iblis, bersungguh-sunguh mengetahui tipu daya dan jebakan-jebakannya, tidak merasa was-was di dalam wudlu, sholat dan ibadah yang lain karena yang demikian adalah tipu daya syaithan
• Banyak bersedekah dengan apa-apa yang lebih dari kebutuhan mereka siang dan malam, sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Banyak bertanya tentang keadaan sahabatnya , yang demikian karena sederhananya mereka dalam kebutuhan makan, pakaian dan mereka tidak berlebihan dalam hal-hal yang halal
• Mencela kekikiran; Bersikap dermawan, memberikan harta , berkasihsayang dengan saudara mereka dalam safar dan mukim sebagai pengokoh dalam menolong dien dan inilah maksud utama mereka. Kuatnya kecintaan untuk berbuat makruf kepada saudaranya dan memberikan kebahagiaan satu dengan yang lain, mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri
• Memuliakan tamu dan melayaninya kecuali dengan uzur syar’I. kemudian mereka tidak memandang bahwa mereka telah mencukupi dan melayani tamu tersebut di saat tinggal bersama mereka, dan mereka berhusnudhon dengan tamu. Menerima undangan saudaranya kecuali bila makanannya haram atau bila dikhususkan pada orang kaya atau pada tempat walimah ada hal yang diharamkan
• Beradab dengan kebaikan terhadap yang lebih muda terlebih kepada yang lebih tua, terhadap orang yang jauh terlebih kepada yang dekat, kepada yang bodoh terlebih kepada yang alim
• Mendamaikan sesama sebagai sebuah pintu kebaikan yang nyata, menegakkan yang ma’ruf, karena perdamaian merupakan pembatal langkah syaitan yang menghendaki timbulnya permusuhan, kebencian di kalangan muslimin, dan kerusakan diantara mereka
• Melarang dari dengki, karena kedengkian mewariskan permusuhan dan kebencian, kelemahan iman dan kecintaan terhadap dunia tanpa tujuan syar’I
• Memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan berbuat kebaikan kepada keduanya firman Allah
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا (8)
” Dan kami wasiatkan manusia untuk berbuat kebaikan kepada kedua orang tua (QS Al Ankabut 8)
• memerintahkan berbuat baik kepada tetangga, lembut kepada para hamba, menyambung silatur rahim, menebarkan salam, menyayangi fakir miskin, yatim dan ibnu sabil
• melarang berbangga diri, sombong, ujub, melampaui batas dan memerintahkan berbuat adil pada setiap sesuatu
• Tidak meremehkan sesuatu pun dari keutamaan yang dianjurkan syara’ . sabda rasulullah sholAllahu alaihi wasalam “Janganlah kalian meremehkan suatu kebaikan pun walaupun hanya bertemu dengan saudara kalian dengan wajah yang ceria ( HR Muslim)
• Melarang dari buruk sangka, memata-matai, mencari kekurangan muslimin karena yang demikian merusak hubungan persatuan, memisahkan persaudaraan dan menumbuhkan kerusakan. Mereka tidak marah pada muslimin karena mereka mengilmui fiqih kemarahan firman Allah “ dan orang yang menahan marahnya, memaafkan manusia dan Allah mencintai orang yang berbuat ihsan
• ….. dan yang selainnya dari akhlaq-akhlaq nubuwah •

21 Oktober, 2008

BAHAYA HADITS DHA'IF

Termasuk musibah yang menimpa kaum muslimin semenjak abad yang pertama adalah tersebarnya hadits dla'if dan palsu. Hadist-hadist ini dibuat dan disebarkan untuk mengaburkan keimanan kaum muslimin, karena itu bahayanya cukup besar. Tapi Allah telah menjaga hadist-hadist rasul-Nya dengan Ulama-ulama hadist, dan membongkar hadist-hadist dhai'f dan palsu tersebut.

Sejarah terjadinya hadits palsu

Usaha untuk memalsukan hadits belumlah terjadi pada zaman Rasulullah , demikian pula pada zaman shahabat , karena keimanan para sahabat demikian kuatnya sehingga menjadikan mereka takut untuk berdusta atas nama beliau. Anas bin Malik . pernah ditanya (tentang sebuah hadits yang diriwayatkan oleh beliau): "Apakah anda mendengar hadits itu dari Rasulullah ?" Beliau menjawab: "Ya, sungguh telah berkata kepada kami orang yang tidak pernah berdusta (Nabi), demi Allah  kami tidak pernah berdusta dan tidak pula mengetahui adanya kebohongan (dalam hadits Nabi )." Terjadinya hadits palsu sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Dliya' Al'Umari dalam kitabnya tentang sejarah sunnah yang mulia, dimulai semenjak panasnya suhu politik pada zaman Ali bin Abi Thalib , dengan munculnya sekte-sekte sesat seperti syi'ah, khawarij dan yang lainnya. Khususnya di negeri Iraq, sebagaimana yang ditunjukkan oleh beberapa riwayat, berkata imam Thawus: "Apabila orang Iraq membawa kepadamu seratus hadits maka buanglah 99 haditsnya."

Sebab-sebab terjadinya hadits palsu

Banyak sekali sebab-sebab yang mendorong terjadinya hadits palsu, diantaranya adalah:
1. Konflik politik
Terjadinya konflik dalam tubuh umat Islam menjadikan sebagian mereka berusaha untuk menciptakan hadits-hadits palsu untuk menguatkan kelompoknya, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Syi'ah ketika mereka membuat hadits-hadits palsu untuk menguatkan pemikiran mereka, seperti yang dilakukan oleh Al Mukhtaar Ats Tsaqafy ketika menyuruh seorang Anshar untuk membuat hadits palsu tentangnya dengan imbalan yang kemudian ditolak oleh orang Anshar tersebut..
2. Firqah-firqah sesat
Munculnya firqah-firqah sesat berpengaruh besar terhadap pembuatan hadits-hadits palsu, seperti Syi'ah yang menghalalkan dusta, terutama setelah tersebarnya ilmu kalam di kalangan umat Islam.
3. Orang-orang zindiq
Ibnu Hibban mengatakan: "Mereka adalah orang yang menyembunyikan kekufuran, tidak beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, mereka masuk ke negeri-negeri dengan menyerupai para ulama, serta berdusta atas nama ulama untuk memasukkan keraguan kepada hati mereka ..."
Khalifah Mahdi berkata: "Seorang zindiq mengaku di hadapanku bahwa dia telah memalsukan 400 hadits yang telah disebar di tengah-tengah manusia."
4. Tukang-tukang cerita
Ibnu Qutaibah berkata: "Sesungguhnya semenjak dulu tukang-tukang cerita itu mengambil hati orang-orang 'awam dengan mengeluarkan kisah-kisah aneh dan perkataan dusta ..."
Sulaiman Al A'masy suatu ketika masuk masjid, beliau melihat seseorang sedang bercerita, tukang cerita itu berkata: "Al A'masy bercerita kepadaku dari Abu Ishaq dari Abu Wail." Mendengar itu Al A'masy pun menerobos ke tengah kerumunan orang yang mendengarnya dan mencabut bulu ketiak tukang cerita tersebut sehingga dia berkata: "Apa kamu tidak malu? Kita ini di majlis ilmu sementara kamu melakukan itu terhadapku? Al A'masy menjawab: "Saya itu lebih baik dari pada kamu." Orang itu berkata lagi: "Kenapa kamu beranggapan seperti itu?" Al Amasy menjawab: "Karena saya di atas sunnah sedangkan kamu di atas kedustaan, saya adalah Al A'masy saya tidak pernah menceritakan apa-apa kepadamu segala ucapan yang kamu katakan tadi!."
5. Orang-orang shalih yang jahil
Sebagian mereka membuat hadits-hadits palsu untuk memberi semangat dalam beramal shalih seperti keutamaan surat-surat al-Qur'an agar orang semangat untuk membaca al-Qur'an. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam, Abu Daud An-Nakha'i, Wahab bin Hafsh dan lainnya.
Ini adalah sebab yang paling berbahaya, karena orang mudah percaya kepada orang-orang shalih dari yang lainnya.
6. Fanatik golongan, jenis, negeri dan lainnya
Fanatik golongan, madzhab, negeri dan lainnya merupakan salah satu penyebab terjadinya hadits palsu, seperti beberapa penganut madzhab Hanafi membuat hadits-hadits palsu tentang keburukan madzhab Syafi'iy. Juga seperti yang dilakukan Ismail bin Ghalib ketika membuat hadits palsu: "Bahasa yang paling dibenci Allah adalah Farisiyah, bahasa syeithan adalah al-Khouziyyah, bahasa ahli neraka adalah bahasa Bukhara, dan bahasa ahli surga adalah bahasa Arab."

Pengaruh hadits dla'if dan palsu terhadap umat islam
Sesungguhnya hadits dla'if dan palsu sangatlah jelek pengaruhnya terhadap umat Islam, baik dalam aqidah maupun dalam pensyari'atan. Diantara pengaruh-pengaruh tersebut adalah:
1. Tersebarnya bid'ah
Hadits palsu dan dla'if mendorong munculnya bid'ah pada kaum muslimin baik dalam bidang aqidah maupun ibadah, demikian pula mu'amalah. Contoh hadits palsu dalam bidang aqidah hadits: "Bertawassullah dengan kedudukanku karena sesungguhnya kedudukanku disisi Allah sangatlah agung." Syeikh Muhammad Nashiruddin AlBani dalam silsilah hadits dlai'ifnya menyebutkan hadits-hadits bertawassul dengan kedudukan Nabi  yang hasilnya semua hadits-haditsnya tidak lepas dari dla'if dan palsu.
Contoh dalam bidang ibadah adalah hadits tentang shalat Raghaib yang dinyatakan kepalsuannya oleh banyak ulama hadits seperti Ibnul Jauzi, As-Suyuthi, Ibnu Hajar dan Syeikh Al-Bani.
Contoh dalam muamalah adalah hadits: "Perlakukanlah sebagian orang dengan su'udzon." Yang diriwayatkan oleh ath-Thabranidalam al-Ausath dengan sanad yang sangat dla'if, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Al-Bani dalam Silsilah Dla'ifah no. 156
Hal ini menjadikan kaum muslimin lemah dan jauh dari agama yang haq, sehingga pertolongan dari Allah pun tak kunjung tiba.
2. Terkotak-kotaknya kaum muslimin
Dengan adanya hadits palsu tentang keburukan sebuah madzhab, seperti hadits: "Akan ada seorang yang bernama Muhammad bin Idris, dia lebih berbahaya dari Iblis dan akan datang seorang yang bernama An Nu'man bin Tsabit, dia adalah cahayanya umatku." Ini jelas adalah hadits yang palsu (maudhu'), untuk merendahkan mazhab yang lain dan mengangkat mazhab yang dianutnya.
3. Pengagungan aqal diatas naql
Dengan tersebarnya hadits-hadits tentang keutamaan aqal seperti hadits: "Agama adalah aqal." Sebuah hadits yang bathil dan palsu. Banyak sekali kita temukan pada masa sekarang orang-orang yang menganggungkan akal di atas wahyu. Na'uzubillah. Dengan tersebarnya hadits-hadits palsu yang menye-butkan amal yang sedikit tapi pahalanya sangatlah besar, sehingga mereka mencukupkan diri dengan amalan-amalan tersebut. Walau ada beberapa ibadah yang pahalanya berlipat ganda, seperti ibadah pada bulan Ramadhan dan terlebih lagi pada lailatul qadar.
4. Hilangnya sunnah
Karena tidaklah suatu bid'ah muncul kecuali akan hilang dan sirna sunnah Nabi  yang berkenaan dengan bid'ah tersebut, seperti hilangnya sunnah adzan pertama pada shalat shubuh yang digantikan oleh pembacaan dzikir-dzikir dan doa dengan keras, yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah .

15 September, 2008

zakat dan riba

ANTARA ZAKAT DAN RIBA
(MEMPERSEMPIT KESENJANGAN ANTARA SI KAYA DENGAN SI MISKIN)

Oleh: Abdurrahman Nuryaman

Sudah terlalu sering kita mendengar seruan untuk mempersempit jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Sudah lelah kita menerima selogan-selogan yang diusung oleh berbagai kalangan untuk melipat kesenjangan antara mereka yang berharta dan sanak saudara kita yang melarat. Kebijakan demi kebijakan terus bergulir atas nama kemanusiaan, dan undang-undang silih berganti ditetapkan atas nama kebijakan yang memihak rakyat kecil.
Tentunya semua itu tidak sia-sia, akan tetapi sesungguhnya masalah yang paling besar yang selama ini telah menciptakan kesenjangan antara orang yang memiliki modal dengan mereka yang hanya bertumpu pada nasib adalah sistem ekonomi riba.
Mari sejenak kita cermati masalah yang satu ini, semoga Allah memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.
Riba adalah sistem yang zhalim dan merusak. Riba inilah yang telah menyebabkan negeri-negeri muslim selalu terkalahkan dalam sistem ekonomi dunia, dan menyebabkan kaum muslimin selalu menjadi orang nomer dua dalam persaingan.
Gambaran mudahnya kira-kira sebagai berikut:
Kita semua tentu mengerti bahwa pada zaman dahulu, orang-orang melakukan transaksi jual beli dengan menukarkan barang dengan barang, yang kita kenal dalam istilah ekonomi dengan barter. Belakangan kemudian mulai muncul alat transaksi, berupa jenis-jenis tertentu dari logam dan batu mulia. Dan setelah itulah kemudian emas dan perak menjadi alat transaksi yang paling dikenal, sebagai alat transaksi oleh hampir semua bangsa di dunia, termasuk di zaman Rasulullah SAW yang saat itu dikenal dengan dinar dan dirham.
Akan tetapi berbelanja dalam jumlah yang besar menjadi kendala dari alat transaksi emas dan perak ini, karena membawanya ke sana kemari dalam jumlah besar adalah masalah besar. Di sinilah awal munculnya ide menggunakan uang kertas; yaitu dengan menyimpan uang emas dan diterbitkanlah uang kertas yang pada mulanya hanya berfungsi sebagai semacam kwitansi bergambar rumit, sebagai bukti bahwa si fulan memiliki emas berjumlah sekian. Tapi dibelakang hari, uang kertas itu sendiri disahkan sebagai harta yang tidak lagi memiliki hubungan dengan nilai riil, yaitu emas. Lebih parah lagi kemudian bahwa antara satu mata uang dengan mata uang lainnya, tidak lagi berlaku satu berbanding satu, akan tetapi ditentukan oleh lingkaran setan riba yang zhalim. Kalau kita sederhanakan, orang-orang yang paling malas sekalipun dapat menjadi orang kaya raya dengan jual beli mata uang secara haram, tanpa harus bekerja keras menciptakan hasil kerja riil ataupun jasa; dimana di pagi hari hanya butuh menghidupkan komputer lalu memasuki alam maya ciber global dan berjudi dengan hanya mempertaruhkan sesuatu yang hakekatnya tidak ada.
Yang sangat mengerikan adalah bahwa sistem keuangan ribawi ini telah menjadi kekuasaan bayangan yang sangat kejam, sehingga dapat mempengaruhi sistem politik, mengendalikan kebijakan suatu pemerintahan, dan yang paling menyakitkan adalah semakin memiskinkan orang-orang miskin.
Coba mari kita kenang kembali ketika th. 1997 mata uang rupiah jatuh terhadap dolar Amerika, dalam prosentase yang sangat besar. Sebelum itu orang-orang yang berpenghasilan Rp 500.000-, sudah termasuk kelas ekonomi cukup mapan saat itu, tapi dalam waktu sekejap menjadi orang-orang yang jauh dari cukup. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang secara ekonomi di bawah itu? Harga barang langsung melonjak tak terkendali. Sekian juta masyarakat Indonesia tiba-tiba menjadi jatuh miskin, bukan karena mereka terbelakang, bukan karena mereka berhenti bekerja, bukan karena malas; tapi karena dimiskinkan oleh sistem. Para petani tetap bertani, pada pedagang terus berdagang, para karyawan negeri atau swasta tidak berhenti bekerja; tapi hasil kerja keras mereka yang seharusnya cukup menjadi anjlok tak punya nilai dalam sekejap dan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sampai perekonomian kembali stabil Inilah gambaran sederhana dari kezhaliman sistem ribawi.
Kezhaliman sistem riba sesungguhnya telah diisyratkan Allah dalam al-Qur`an. Cobalah perhatikan Surat al-Baqarah dari ayat 275 sampai dengan ayat 281. Setelah Allah merinci tentang riba Allah kemudian berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum kalian ambil) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menzhalimi dan tidak (pula) dizhalimi."
Karena itu, adalah naif jika ada di antara pemikir kaum muslimin yang mengatakan bahwa apabila dalam prosentase kecil maka riba itu tidak apa-apa dan dapat dianggap sebagai biaya operasi transksi. Atau ada lagi yang mengatakan, bahwa riba yang diharamkan al-Qur`an adalah yang merugikan salah satu pihak, tapi apabila masing-masing pihak mendapat keuntungan, maka itu adalah riba yang boleh-boleh saja. Ini adalah asumsi batil yang rapuh yang sama sekali tidak didasari oleh semangat syariat Islam yang menyebarkan keadilan untuk setiap individu dan bertentangan dengan ruh Risalah al-Muhammadiyah untuk menciptakan suatu orde sosial yang saling menguntungkan antara semua komponen.
Masalahnya, riba tidak hanya sempit antara seorang dengan seorang, atau antara sebuah bank dengan sejumlah nasabah, atau antara sejumlah PT. dengan sebuah perbankan, yang dibayangkan oleh mereka yang membenarkan riba tersebut. Yang menjadi masalah adalah bahwa sistem riba ini merugikan penghidupan banyak orang yang sebenarnya sama sekali tidak terlibat dalam mewujudkannya, menzhalimi masyarakat luas, dan mendatangkan perekonomian yang tidak mendatangkan berkah Allah.
Karenanya, setelah isyarat tadi Allah c pada ayat 281, mempertegas peringatanNya. FirmanNya,
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dizhalimi (dirugikan)."

Sebelum kedua ayat di atas Allah c merinci tentang riba dan orang yang mengambil riba. Coba mari kita lebih perhatikan apa kata al-Qur`an sebelum kedua ayat di atas.
Allah Ta'ala berfirman,
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 275)
Dalam kitab al-Kaba`ir Imam al-Hafizh adz-Dzahabi mengomentari ayat "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila', dengan mengatakan, "Maksudnya, mereka (yang memakan riba tersebut) akan bangun dari kubur-kubur mereka pada Hari Kiamat seperti orang-orang yang kesurupan dan kerasukan setan. Dan itu menimpa mereka "adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba."
Riba sama dengan jual beli? Sungguh perkataan yang sangat keji dan kias yang tidak saja rusak tapi juga merusak.
Asy-Saikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengomentari perkataan mereka yang menyamakan riba dengan jual beli ini dalam syarah beliau terhadap al-Kaba`ir, dengan mengatakan, "Kias mereka ini adalah persis seperti kias Iblis ketika Allah memerintahkannya untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Iblis berkata, sebagaimana yang diabadikan Allah; agar dapat diambil hikmahnya oleh kita semua,
ﮋ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﮊ
"Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Shad: 76).
Mereka telah melakukan analogi yang rusak, sehingga pada ayat itu juga Allah langsung menyanggah analogi mereka dengan FirmanNya, " Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Kata asy-Syaikh Utsaimin, "Allah tidaklah menghalalkan jual beli dan mengharamkan, kecuali karena antara kedua jenis (transaksi) tersebut terdapat perbedaan yang sangat besar, dan bahwa keduanya sama sekali tidak sama."
Pada ayat 276 dari surat al-Baqarah, yang merupakan kelan-jutan dari ayat di atas, Allah Ta'ala berfirman,
ﮋ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮊ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa."
Riba adalah salah satu dosa yang paling berbahaya bagi seorang muslim di dunia dan akhirat. Seperti itu tadi bahaya dan kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem riba di dunia, maka pantaslah Allah dan Rasulullah SAW mengancam dengan ancaman yang sangat mengerikan di akhirat nanti. Di samping ayat-ayat Allah tadi, hadits-hadits Rasulullah SAW juga begitu keras memperingatkan riba. diantaranya Rasulullah SAW bersabda mengisahkan perjalanan isra` dan mi'raj beliau bersama kedua orang malaikat yang membawa beliau,
حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا.
"… sampai kami mendatangi sebuah sungai dari darah, yang di tengahnya terdapat seorang laki-laki yang tengah berdiri, dan di tengah-tengah sungai tersebut terdapat pula seorang laki-laki yang di tangannya terdapat batu. Orang yang ada di sungi itu mendatanginy, dan bila orang tersebut ingin keluar (dari sunagi) laki-laki yng satunya tersebut melemparkannya dengan batu pada mulutnya lalu mengembalikannya ke tempat berdirinya semula; maka setiap kali dia berusaha untuk keluar dari sungai itu laki-laki itu melemparnnya dengan batu di muluitnya, sehingga dia kembali ke tempatnya semula, maka aku bertanya (kepada Jibril), 'Apa ini?' Maka dia menjawab, 'Laki-laki yag engkau lihat disungai itu adalah orang yang makan (mengambil) riba.". (Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari Muslim dan lainnya)
Dalam hadits lain, dari Jabil bin Abdillah, bahwasanya beliau berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
"Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan (menggunakan) harta riba, orang yang memberikannya, yang menjadi juru tilis (dalam transaksi) riba, dan dua orang menjadi saksi" dan beliau bersabda, "mereka semua adalah sama". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim).
Apabila riba harus diperangi, lain halnya dengan Zakat yang merupakan kebalikannya. Riba adalah azab dan kezhaliman, sedangkan Zakat adalah rahmat dan keadilan. Solusi paling tepat untuk mempersempit kesenjangan antara si kaya dengan si miskin adalah Zakat. Secara logika sederhana kita dapat katakan, "Semakin kaya seseorang, maka orang-orang miskin semakin senang, karena akan semakin banyak zakat hartanya. Dan semakin banyak orang kaya, maka orang-orang miskin juga semakin senang, karena semakin banyak pula orang yang mengeluarkan zakat." Seandainya satu Rt kaum muslimin membayar zakat yang wajib mereka keluarkan, niscaya dua Rt kaum muslimin bisa di subsidi dengan harta zakat yang terkumpul.
Bagi kita kaum muslimin, Zakat tidak hanya sekedar sebagai solusi problem sosial, tidak hanya membagi kasih kepada sesama, bukan hanya sebatas keperdulian sosial. Zakat adalah kewajiban asasi bagi kita, dan salah rukun Islam. Cobalah anda perhatikan, bagaimana Allah dalam banyak ayat merangkai Zakat dengan Shalat. Karena itu, kita yakin bahwa tonggak sebuah masyarakat Islam tidak akan berdiri, kecuali dengan Shalat dan Zakat, serta tentu saja kewajiban-kewajiban lainnya.
Mari kita lawan sistem riba dengan sistem Islami yang diridhai Allah, dan tinggalkan perekonomian ribawi yang penuh kezhaliman. Mari kita merubah cara pandang kita terhadap suatu sistem, niscaya kita akan mampu menghadapi segala hal yang selama ini menjadi pertimbangan berat kita meninggalkan riba.

i'tikaf sepuluh akhir ramadhan

I’tikaf sepuluh akhir bulan Ramadhan


Rasulullah n biasa beri’tikaf selama sepuluh hari setiap bulan Ramadhan. Pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. (HR. Al-Bukhari).
I’tikaf adalah sebuah ibadah yang terkumpul berbagai jenis ibadah lainnya. Berupa tilawah Al-Qur’an, shalat, dzikir, doa dan lain-lain.
Orang yang belum pernah i’tikaf, menggambarkan I’tikaf sebagai ibadah yang berat dan sulit. Padahal i’tikaf sangatlah mudah bagi orang yang Allah beri kemudahan, orang yang mempersenjatai dirinya dengan niat ikhlas dan tekad yang sungguh-sungguh, niscaya Allah  pasti akan menolongnya.
I’tikaf sangat dianjurkan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sekaligus untuk meraih malam Lailatul Qadar. I’tikaf adalah mengurung diri dan mengkonsentrasikan diri untuk berbuat taat dan selalu mengingat Allah, memutuskan hubungan dengan segala kesibukan-kesibukan, mengurung hatinya dan jasmaninya untuk Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Tidak ada yang terbetik dalam hatinya suatu keinginan selain Allah dan yang dapat mendatangkan keridha-Nya. Disini kami coba untuk menerangkan sekelumit tentang hal-hal yang berkaitan dengan I’tikaf, semoga dapat memberikan keterangan dan penjelasan bagi kaum muslimin serta dapat mengambil manfa’atnya.
Definisi I’tikaf
Secara etimologi i’tikaf adalah menetapi sesuatu dan mengikat diri kepadanya.
Secara terminologi syariat: “menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.”
Hikmah Disyariatkannya I’tikaf
Ibnul Qayyim p ketika menjelaskan beberapa hikmah i’tikaf, dia menuturkan;
“Kelurusan hati dalam perjalanannya menuju Allah sangat bergantung kepada kuat tidaknya hati itu berkonsentrasi mengingat Allah. Dan merapikan kekusutan hati serta menghadapkannya secara total kepada Allah. Sebab kekusutan hati hanya dapat dirapikan dengan menghadapkan secara total kepada Allah. Perlu diketahui bahwasanya makan dan minum yang berlebihan, kepenatan jiwa dalam berinteraksi sosial, terlalu banyak berbicara dan tidur akan menambah kekusutan hati bahkan dapat menceraiberaikannya, dan menghambat perjalanannya menuju Allah atau melemahkan langkahnya. Maka sebagai konsekuensi rahmat Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengasih terhadap hamba-hambaNya, Allah mensyari’atkan ibadah puasa atas mereka untuk menghilangkan kebiasaan makan dan minum secara berlebih-lebihan serta membersihkan hati dari noda-noda syahwat yang menghalangi perjalanannya menuju Allah. Dan mensyariatkan i’tikaf yang inti dan tujuannya ialah menambat hati untuk senantiasa mengingat Allah, menyendiri mengingat-Nya, menghentikan segala kesibukan yang berhubungan dengan makhluk, dan memfokuskan diri bersama Allah semata. Sehingga kegundahan dan goresan-goresan hati dapat diisi dan dipenuhi dengan dzikrullah, mencintai dan menghadap kepada-Nya.
Hukum I’tikaf
I’tikaf merupakan bentuk pendekatan diri dan ketaatan kepada Allah. Mengamalkannya adalah sunnat (dianjurkan), dan sangat dianjurkan diamalkan pada bulan Ramadhan. Dan terlebih lagi pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dan hukumnya menjadi wajib jika dinadzarkan.
Dalilnya sebagai berikut:
1. Hadits Abu Hurairah z bahwa ia berkata,
“Rasulullah n biasa beri’tikaf selama sepuluh hari pada setiap bulan Ramadhan. Dan pada tahun di mana beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Al-Bukhari)
2. Hadits ‘Aisyah x bahwa ia berkata,
“Rasulullah n biasa beri’tikaf pada setiap bulan Ramadhan. Manakala selesai shalat Subuh, beliau segera memasuki tempat i’tikafnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
“Hingga beliau juga beri’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Syawal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Masih dari ‘Aisyah x ia menuturkan,
“Rasulullah n biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal itu beliau lakukan hingga beliau wafat. Kemudian para istri-istri beliau juga melakukannya sepeninggal beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Dalil wajibnya i’tikaf jika dinadzarkan adalah sabda Nabi n,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ الله فَلْيُطِعْهُ. (متفق عليه)
“Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, hendaklah ia mentaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan juga dari Abdullah bin Umar c ia menceritakan bahwa Umar z bertanya kepada Rasulullah n, “Pada masa jahiliyah dahulu aku pernah bernadzar beri’tikaf semalam di Masjidil Haram.” Rasulullah n bersabda, “Tunaikanlah nadzarmu.”
Syarat-syarat I’tikaf;
1- Islam.
2- Berakal.
3- Baligh.
4- Niat.
5- Di dalam masjid.
6- Suci dari janabah, haidh dan nifas.
Alim ulama berbeda pendapat apakah seseorang yang melakukan i’tikaf harus dalam keadaan berpuasa? Demikian pula mengenai jangka waktu beri’tikaf. Kelihatannya yang paling tepat adalah tidak disyaratkan harus berpuasa dan tidak ada pembatasan waktu. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz t.
Amalan-Amalan Sunnat Bagi Orang Yang Beri’tikaf
1. Memperbanyak ibadah, seperti shalat, tilawah Al-Qur’an, membaca buku-buku ahli ilmu dan lain-lain.
2. Menjauhkan diri dari ucapan sia-sia, seperti berdebat, mencela, memaki dan lain-lain.
3. Berdiam di tempat i’tikaf dalam masjid. Berdasarkan riwayat Muslim dari Nafi’ ia berkata; “Abdullah bin Umar menunjukkan kepadaku tempat yang dipakai Rasulullah n beri’tikaf di dalam masjid.”
Perkara-perkara Yang Dibolehkan Bagi Orang Yang Beri’tikaf
1. Keluar dari tempat i’tikaf untuk suatu keperluan yang mendesak. Berdasarkan hadits shahih dari ‘Aisyah x bahwa ia berkata,
“Tuntunan bagi orang yang beri’tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit, tidak menghadiri penyeleng-garaan jenazah, tidak menyentuh dan mendekati kaum wanita, tidak keluar dari tempat i’tikaf kecuali untuk sebuah keperluan yang mendesak.” (HR. Abu Dawud dan dikatakan oleh Ibnu Hajar, “Para perawinya tidak bermasalah.”)
2. Boleh makan, minum dan tidur di dalam masjid dengan tetap menjaga kebersihan.
3. Berbicara yang dibolehkan dengan orang lain untuk suatu keperluan.
4. Merapikan rambut, memotong kuku, membersihkan badan, mengenakan pakaian bagus dan memakai minyak wangi. Berdasarkan hadits ‘Aisyah x, ia berkata,
“Ketika Rasulullah n sedang i’tikaf di dalam masjid, beliau mengeluarkan kepalanya dari sela-sela kamar kemudian aku mencuci kepala beliau.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Kemudian aku merapikan rambut beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
5- Melepas kepulangan keluarga yang menjenguknya, berdasarkan hadits Shafiyah yang mengabarkan bahwa Rasulullah n melakukannya.
Perkara-perkara Yang Dimakruhkan Atas Orang Yang Beri’tikaf
1. Berjual-beli.
2. Berbicara yang mendatangkan dosa.
3. Diam dan tidak berbicara sama sekali. Jika ia meyakininya sebagai ibadah.
Perkara-perkara Yang Membatalkan I’tikaf
1. Keluar dari masjid dengan sengaja tanpa keperluan, sekalipun hanya sesekali.
2. Bersetubuh.
3. Gila dan mabuk.
4. Haidh dan nifas bagi kaum wanita, disebabkan hilang-nya syarat bersuci.
5. Murtad. Semoga Allah menghindarkan kita darinya.
Waktu Memasuki Tempat I’tikaf Dan Keluar Darinya
Bilamana seseorang memasuki masjid dan berniat untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), maka ia telah terhitung beri’tikaf hingga keluar dari masjid. Apabila ia meniatkan beri’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, hendaklah ia memasuki tempat i’tikaf sebelum matahari terbenam (menjelang malam kedua puluh satu). Dan meninggalkan tempat i’tikaf pada hari terakhir bulan Ramadhan setelah matahari terbenam.
Catatan-Catatan Penting
1. Bagi yang membatalkan i’tikaf sunnat yang tengah dilakukannya, hendaklah menggantinya pada hari yang lain, berdasarkan amalan Rasulullah n yang mengganti i’tikaf bulan Ramadhan pada bulan Syawal. Sebagaimana yang telah disebutkan pada hadits ‘Aisyah x. Sementara bagi yang membatalkan nadzar i’tikaf yang tengah dilakukan-nya, maka ia wajib menggantinya.
2. Kaum wanita boleh beri’tikaf di dalam masjid. Jika terjaga dari fitnah dan diizinkan oleh suaminya. Jika ia beri’tikaf tanpa izin suaminya, maka ia boleh diusir dari masjid tanpa ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Demikian dituturkan oleh An-Nawawi.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan i’tikaf bagi kaum lelaki juga berlaku bagi kaum wanita. Hanya saja i’tikaf kaum wanita otomatis batal jika mereka haidh. Dan mereka boleh melanjutkannya kembali jika sudah suci.
Dan hendaknya kaum wanita membuat satir untuk tempat i’tikafnya dengan tenda dan memilih tempat yang tidak dipakai untuk shalat bagi kaum pria.
3. Barangsiapa bernadzar beri’tikaf di Masjidil Haram, ia tidak boleh menunaikannya di masjid lain. Jika ia bernadzar beri’tikaf di Masjid Nabawi, ia wajib menunaikannya di Masjid Nabawi atau boleh juga di Masjidil Haram.
Jika ia bernadzar beri’tikaf di Masjidil Aqsha, ia boleh menunaikannya di salah satu dari tiga masjid (Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha). Sementara bagi yang bernadzar beri’tikaf di selain tiga masjid tersebut dan tidak menentukan masjid tertentu, ia boleh menunaikannya di masjid mana saja. Sebab Allah  tidak menjadikan tempat tertentu untuk melakukan ibadah, dan juga semua masjid sama saja keutamaannya kecuali tiga masjid tersebut.

Di samping yang telah kami kemukakan diatas ada beberapa faidah yang dapat dipetik dari sunnah i’tikaf ini, diantaranya adalah pembinaan jiwa dan melatihnya dalam mengerjakan ketaatan. Hal itu sangat dibutuhkan oleh kaum muslimin dan khususnya para da’i. wallahu a’lam bish shawaab.

08 September, 2008

Tadabbur Al qur`an

Menangis Tatkala Membaca Atau Mendengar Al-Qur’an

Di bulan suci Ramadhan ini hendaknya kita memperbanyak membaca Al qur`an, sebab saat ini setiap amalan baik yang kita kerjakan akan mendapatkan kelipatan yang tak terhingga. Mendendangkan Al-Qur’an layaknya mendendang-kan syair jika tanpa mentadabburi dan memahaminya, karena hal itu bukanlah termasuk petunjuk Salafus Shalih. Jiwa mereka bergetar dan hati mereka tersentuh begitu mendengar untaian Kalamullah dibacakan. Mari kita Simak beberapa kisah yang menunjukkan betapa paham dan mengertinya para orang-orang terdahulu terhadap ayat-ayat Al Qur`an yang mereka bacakan;
Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud z bahwa ia berkata: Rasulullah n bersab-da,
“Bacalah Al-Qur’an untukku!” Aku berkata, “Apakah aku membacakannya untukmu sedangkan ia diturunkan kepadamu?” Rasulullah n bersabda, “Aku senang mendengarkannya dari orang lain.” Aku pun membacakan untuknya surat An-Nisa’, hingga sampai pada ayat yang berbunyi:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَـؤُلاء شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (An-Nisa’: 41)
beliau mengatakan, Hasbuka (cukup). Aku menoleh kepadanya, ternyata kedua mata beliau meneteskan air mata.”
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah z ia berkata, “Tatkala turun ayat:
أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pem-beritaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis.” (An-Najm: 59-60)
Ahlu Suffah (orang yang bermukim di serambi masjid Nabi) menangis hingga tetesan air mata mem-basahi pipi mereka. Ketika hal itu didengar oleh Rasu-lullah n, beliau tersentuh dan ikut menangis bersama mereka. Melihat hal itu kami pun turut menangis. Kemu-dian Rasulullah n bersabda,
لاَ يَلِجُ النَّارَ مَنْ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ
.
“Tidak akan masuk api Neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah.”
Suatu ketika Abdullah bin Mas’ud membaca surat Al-Muthaffifin, tatkala sampai ayat yang berbunyi:
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (Al-Muthaffifin: 5)
beliau menangis hingga bersimpuh dan tidak mampu melanjutkan ayat berikutnya.
Diriwayatkan dari Muzahim bin Zufar ia berkata, “Pada suatu kesempatan, Sufyan Ats-Tsauri mengimami kami shalat. Ketika sampai ayat:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5)
beliau menangis hingga terputus bacaannya se-hingga beliau mengulanginya kembali dari awal.”
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Asy’ats ia berkata, “Pada suatu malam saya mendengar Fudhail tengah membaca surat Muhammad hingga beliau menangis dan mengulang-ulang ayat berbunyi:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)
Beliau berkata, “dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu!” beliau terus mengulang-ulang, “Agar Engkau menyatakan baik buruknya hal ihwal kami!” Jika Engkau nyatakan hal ihwal kami, akan tersingkaplah borok-borok kami. Jika Engkau nyatakan hal ihwal kami, niscaya Engkau akan membinasakan dan mengazab kami,” sedangkan beliau tetap terus menangis.

02 September, 2008

Ampunan Allah

Manusia, merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan berbagai kekurangan dan kecondongannya melakukan salah dan dosa, tak satupun manusia yang terbebas dari dosa dan kesalahan, tapi meski demikian manusia adalah makhluk terbaik yang Allah ciptakan, jika mereka selalu mengetuk pintu ampunan yang selalu terbuka lebar dihadapan mereka. "Tangisan seorang pendosa lebih disukai Allah daripada suara orang yang bertasbih. Dan diampuninya satu dosa itu lebih baik daripada dunia dan seisinya".
Iblis bersuka cita dengan turunnya Adam dari Surga karena maksiat yang dia lakukan, tetapi Iblis tidak menyadari bahwa turunnya penyelam ke dasar lautan diikuti oleh naiknya dia dengan membawa mutiara yang sangat berharga. Mutiara yang berharga itu adalah ampunan Rabbnya.
ketika nabi Adam melakukan dosa memakan buah khuldi yang terlarang, Allah memberikan petunjuk kepadanya, agar memohonkan ampunanNya.
"Keduanya berkata:"Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi". ( Al A'raf :23)
Dengan sikapnya ini Adam menjadi bapak seluruh manusia yang patut untuk diikuti, lain halnya dengan iblis, dia menolak dan menyombongkan diri, dan tidak mau memohon ampun kepada Allah, dia tetap berjalan di atas dosa dan kesesatannya.
Berbagai langkah-langkah untuk memasuki pintu-pintu ampunan itu sangatlah banyak, bertebaran di lembaran al qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh sangat merugi sekali bagi orang yang tidak menemukan satu pintupun dalam hidupnya, sehingga kelak di akhirat layaknya kambing congek yang tidak tahu arah, salah satu pintu surga yang hari ini di buka lebar-lebar adalah puasa di bulan Ramadhan, sementara di dalam Ramadhan itu pun tersedia berbagai pintu ampunan Allah yang sangat banyak dan luas.

Rabbi

Rabbi, maafMu yang kupinta
Ku julurkan kedua tanganku kepada cahaya
Aku menangis dan tak mampu membendung air mata
Aku menangis dan tangisku pun merintih lara

Segenggam doa kureguk dari tetesan-tetesan darahku
Tidak selainMu tapi hanya kepada Engkau rintihanku tertuju
karena pagiku terbelenggu di soreku kepada DiriMu

Ya Rabbi...
Pancarkan cahayaMu dalam sesatku yang haus
Aku tidak tahu di mana kudapatkan telaga firdaus
Agar dapat mengguyur dahaga kerinduanku
Karena sungai mengering tak dapat memadamkan panas jiwaku

RahmatMu ya Rabbi...
Ini dosaku dan ini takwaku
Kebaikanku dan kesalahanku di atas titian kehidupanku

RahmatMu ya Rabbi...
Aku dan sampanku serta kesalahan-kesalahanku
Berada dalam lautan hampa sinar pemandu
Kelam dan gelap gulita
Tapi masih tersisa harapan
Engkau ampuni atau tidak aku akan tetap memanggilMu
Ya Rabbi

Ilahi,
Bekalku sedikit, menurutku tidak cukup
Apakah aku harus menangisi bekal atau panjangnya perjalanan
Apakah Engkau akan membakarku dengan neraka wahai tumpuan harapan
Lalu di mana harapanku kepadaMu dan di mana ketakutanku.